Tentang Teknologi Pembelajaran
Definisi Teknologi Pembelajaran
Rumusan tentang pengertian
Teknologi Pembelajaran telah mengalami beberapa perubahan, sejalan dengan
sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri. Di bawah ini
dikemukakan beberapa definisi tentang Teknologi Pembelajaran yang memiliki
pengaruh terhadap perkembangan Teknologi Pembelajaran.
Definisi Association for
Educational Communications Technology (AECT) 1963
“ Komunikasi audio-visual adalah
cabang dari teori dan praktek pendidikan yang terutama berkepentingan dengan
mendesain, dan menggunakan pesan guna mengendalikan proses belajar, mencakup
kegiatan : (a) mempelajari kelemahan dan kelebihan suatu pesan dalam proses
belajar; (b) penstrukturan dan sistematisasi oleh orang maupun instrumen dalam
lingkungan pendidikan, meliputi : perencanaan, produksi, pemilihan, manajemen
dan pemanfaatan dari komponen maupun keseluruhan sistem pembelajaran. Tujuan
praktisnya adalah pemanfaatan tiap metode dan medium komunikasi secara efektif
untuk membantu pengembangan potensi pembelajar secara maksimal.”
Meski masih menggunakan istilah
komunikasi audio-visual, definisi di atas telah menghasilkan kerangka dasar
bagi pengembangan Teknologi Pembelajaran berikutnya serta dapat mendorong
terjadinya peningkatan pembelajaran.
Definisi Commission on
Instruction Technology (CIT) 1970
“Dalam pengertian yang lebih
umum, teknologi pembelajaran diartikan sebagai media yang lahir sebagai akibat
revolusi komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran di
samping guru, buku teks, dan papan tulis…..bagian yang membentuk teknologi
pembelajaran adalah televisi, film, OHP, komputer dan bagian perangkat keras
maupun lunak lainnya.”
“Teknologi Pembelajaran merupakan
usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi keseluruhan
proses belajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian
tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi
sumber manusia dan manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.”
Dengan mencantumkan istilah
tujuan khusus, tampaknya rumusan tersebut berusaha mengakomodir pengaruh pemikiran
B.F. Skinner (salah seorang tokoh Psikologi Behaviorisme) dalam teknologi
pembelajaran. Begitu juga, rumusan tersebut memandang pentingnya penelitian
tentang metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan khusus.
Definisi Silber 1970
“Teknologi Pembelajaran adalah
pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan-pasokan, pemanfaatan)
komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik dan latar)
serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personal) secara sistematik,
dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar”.
Definisi yang dikemukakan oleh
Kenneth Silber di atas menyebutkan istilah pengembangan. Pada definisi
sebelumnya yang dimaksud dengan pengembangan lebih diartikan pada pengembangan
potensi manusia. Dalam definisi Silber, penggunaan istilah pengembangan memuat
dua pengertian, disamping berkaitan dengan pengembangan potensi manusia juga
diartikan pula sebagai pengembangan dari Teknologi Pembelajaran itu sendiri,
yang mencakup : perancangan, produksi, penggunaan dan penilaian teknologi untuk
pembelajaran.
Definisi MacKenzie dan Eraut 1971
“Teknologi Pendidikan merupakan
studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai”
Definisi sebelumnya meliputi
istilah, “mesin”, instrumen” atau “media”, sedangkan dalam definisi MacKenzie
dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi
lebih berorientasi pada proses.
Definisi AECT 1972
Pada tahun 1972, AECT berupaya
merevisi defisini yang sudah ada (1963, 1970, 1971), dengan memberikan rumusan
sebagai berikut :
“Teknologi Pendidikan adalah
suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia
melalui usaha sistematik dalam : identifikasi, pengembangan, pengorganisasian
dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas
keseluruhan proses tersebut”.
Definisi ini didasari semangat
untuk menetapkan komunikasi audio-visual sebagai suatu bidang studi. Ketentuan
ini mengembangkan gagasan bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu profesi.
Definisi AECT 1977
“Teknologi pendidikan adalah
proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana,
dan organisasi untuk menganalisis masalah, merancang, melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar pada manusia.
Definisi tahun 1977, AECT
berusaha mengidentifikasi sebagai suatu teori, bidang dan profesi. Definisi
sebelumnya, kecuali pada tahun 1963, tidak menekankan teknologi pendidikan
sebagai suatu teori.
Definisi AECT 1994
“ Teknologi Pembelajaran adalah
teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta
evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.”
Meski dirumuskan dalam kalimat
yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam.
Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu
bidang dan profesi, yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan
praktek yang kokoh. Definisi ini juga berusaha menyempurnakan wilayah atau
kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi
ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk.
Jika kita amati isi kandungan
definisi-definisi teknologi pembelajaran di atas, tampaknya dari waktu ke waktu
teknologi pemebelajaran mengalami proses “metamorfosa” menuju penyempurnaan.
Yang semula hanya dipandang sebagai alat ke sistem yang lebih luas, dari hanya
berorientasi pada praktek menuju ke teori dan praktek, dari produk menuju ke
proses dan produk, dan akhirnya melalui perjalanan evolusionernya saat ini
teknologi pembelajaran telah menjadi sebuah bidang dan profesi.
Sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya dalam
bidang pendidikan, psikologi dan komunikasi maka tidak mustahil ke depannya
teknologi pembelajaran akan semakin terus berkembang dan memperkokoh diri menjadi
suatu disiplin ilmu dan profesi yang dapat lebih jauh memberikan manfaat bagi
pencapaian efektivitas dan efisiensi pembelajaran.
Kendati demikian, harus diakui
bahwa perkembangan bidang dan profesi teknologi pembelajaran di Indonesia
hingga saat ini masih boleh dikatakan belum optimal, baik dalam hal design,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, maupun evaluasinya. Kiranya masih
dibutuhkan usaha perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait
dengan teknologi pembelajaran, baik dari kalangan akademisi, peneliti maupun
praktisi.
Kawasan Teknologi Pembelajaran
Definisi 1994, dirumuskan
berlandaskan lima bidang garapan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu : Desain,
Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan
kawasan (domain) dari bidang Teknologi Pembelajaran. Di bawah ini akan
diuraikan kelima kawasan tersebut, dengan sub kategori dan konsep yang terkait
:
1. Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain
disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk
menciptakan strategi dan produk. Kawasan desain bermula dari gerakan psikologi
pembelajaran, terutama diilhami dari pemikiran B.F. Skinner (1954) tentang
teori pembelajaran berprogram (programmed instructions). Selanjutnya, pada
tahun 1969 dari pemikiran Herbert Simon yang membahas tentang preskriptif
tentang desain turut memicu kajian tentang desain. Pendirian pusat-pusat desain
bahan pembelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development
Center” pada tahun 1960 semakin memperkuat kajian tentang desain. Dalam kurun
waktu tahun 1960-an dan 1970-an, Robert Glaser, selaku Direktur dari Learning
Resource and Development Center tersebut menulis dan berbicara tentang desain
pembelajaran sebagai inti dari Teknologi Pendidikan.
Aplikasi teori sistem dalam
pembelajaran melengkapi dasar psikologi pembelajaran tersebut. Melalui James
Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran secara bertahap mulai
berkembang menjadi suatu metodologi dan mulai memasukkan gagasan dari psikologi
pembelajaran.
Perhatian terhadap desain pesan
pun berkembang selama akhir 1960-an dan pada awal 1970-an. Kolaborasi Robert
Gagne dengan Leslie Briggs telah menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran
dengan bakat dalam desain sistem yang membuat konsep desain pembelajaran
menjadi semakin hidup.
Kawasan Desain paling tidak
meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (1) Desain Sistem
Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik
Pembelajar.
Desain Sistem Pembelajaran; yaitu
prosedur yang terorganisasi, meliputi : langkah-langkah : (a) penganalisaan
(proses perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran
bagaimana cara mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan
atau produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan
bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan ketepatan
pembelajaran).
Desain Sistem Pembelajaran
biasanya merupakan prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan
kemantapan. Agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol, semua
langkah –langkah tersebut harus tuntas. Dalam Desain Sistem Pembelajaran,
proses sama pentingnya dengan produk, sebab kepercayaan atas produk
berlandaskan pada proses.
Desain Pesan; yaitu perencanaan
untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian,
persepsi,dan daya tangkap. Fleming dan Levie membatasi pesan pada pola-pola isyarat,
atau simbol yang dapat memodifikasi perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
Desain pesan berkaitan dengan hal-hal mikro, seperti : bahan visual, urutan,
halaman dan layar secara terpisah. Desain harus bersifat spesifik, baik tentang
media maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung makna bahwa prinsip-prinsip
desain pesan akan berbeda, bergantung pada jenis medianya, apakah bersifat
statis, dinamis atau kombinasi keduanya (misalnya, suatu potret, film, atau
grafik komputer). Juga apakah tugas belajarnya tentang pembentukan konsep,
pengembangan sikap, pengembangan keterampilan, strategi belajar atau hafalan.
Strategi Pembelajaran; yaitu
spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan
belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi
situasi belajar dan komponen belajar/mengajar. Seorang desainer menggunakan
teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip teknologi
pembelajaran. Dalam mengaplikasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada
situasi belajar, sifat materi dan jenis belajar yang dikehendaki.
Karakteristik Pembelajar, yaitu
segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap
efektivitas proses belajarnya. Karaketeristik pembelajar mencakup keadaan sosio-psiko-fisik
pembelajar. Secara psikologis, yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik
pembelajar yaitu berkaitan dengan dengan kemampuannya (ability), baik yang
bersifat potensial maupun kecakapan nyata — dan kepribadiannya, seperti, sikap,
emosi, motivasi serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
2. Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses
penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi :
(1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer;
dan (4) teknologi terpadu.
Kawasan pengembangan berakar pada
produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan dalam kemampuan
media ini berakibat pada perubahan kawasan. Walaupun perkembangan buku teks dan
alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak) mendahului film, namun
pemunculan film merupakan tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era
Teknologi Pembelajaran sekarang ini. Pada 1930-an film mulai digunakan untuk
kegiatan pembelajaran (teknologi audio-visual). Selama Perang Dunia II, banyak
jenis bahan yang diproduksi terutama film untuk pelatihan militer. Setelah
perang, televisi sebagai media baru digunakan untuk kepentingan pendidikan
(teknologi audio-visual). Selama akhir tahun 1950- an dan awal tahun 1960-an
bahan pembelajaran berprograma mulai digunakan untuk pembelajaran. Sekitar
tahun 1970-an komputer mulai digunakan untuk pembelajaran, dan permainan
simulasi menjadi mode di sekolah. Selama tahun 1098-an teori dan praktek di
bidang pembelajaran yang berlandaskan komputer berkembang seperti jamur dan
sekitar tahun 1990-an multimedia terpadu yang berlandaskan komputer merupakan
dari kawasan ini.
Di dalam kawasan pengembangan
terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong
terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan
pengembangan terjadi karena : (1) pesan yang didorong oleh isi; (2) strategi
pembelajaran yang didorong oleh teori; dan (3) mManifestasi fisik dari
teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran
Teknologi Cetak; adalah cara
untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan
visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis.
Teknologi ini menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfaatan dari kebanyakan
bahan pembelajaran lain. Hasil teknologi ini berupa cetakan. Teks dalam
penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan teknologi komputer untuk
produksi. Apabila teks tersebut dicetak dalam bentuk “cetakan” guna keperluan
pembelajaran merupakan contoh penyampaian dalam bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi ini adalah
bahan teks verbal dan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran
tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca,
pengolahan informasi oleh manusia dan teori belajar.
Secara khusus, teknologi
cetak/visual mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) teks dibaca secara
linier, sedangkan visual direkam menurut ruang; (2) keduanya biasanya
memberikan komunikasi satu arah yang pasif; (3) keduanya berbentuk visual yang
statis; (4) pengembangannya sangat bergantung kepada prinsip-prinsip linguistik
dan persepsi visual; (5) keduanya berpusat pada pembelajar; dan (6) informasi
dapat diorganisasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
Teknologi Audio-Visual; merupakan
cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan
elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran
audio-visual dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras di
dalam proses pengajaran. Peralatan audio-visual memungkinkan pemroyeksian
gambar hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang beukuran
besar. Pembelajaran audio-visual didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan
bahan yang berkaitan dengan pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran
yang secara eksklusif tidak selalu harus bergantung kepada pemahaman kata-kata dan
simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi
audio-visual cenderung mempunyai karakteristik sebagai berikut : (1) bersifat
linier; (2) menampilkan visual yang dinamis; (3) secara khas digunakan menurut
cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang; (3) cenderung
merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak: (4)
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif;
(5) sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktivitas belajar si
pembelajar.
Teknologi Berbasis Komputer; merupakan
cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang
bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer
menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor.
Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”,
“computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction
(CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir
seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram,
akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif.
Aplikasi-aplikasi tersebut dapat bersifat : (1) tutorial, pembelajaran utama
diberikan, (2) latihan dan pengulangan untuk membantu pembelajar mengembangkan
kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya, (3) permainan dan
simulasi untuk memberi kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari;
dan (5) dan sumber data yang memungkinkan pembelajar untuk mengakses sendiri
susunan data melalui tata cara pengakasesan (protocol) data yang ditentukan
secara eksternal.
Teknologi komputer, baik yang
berupa perangkat keras maupun perangkat lunak biasanya memiliki karakteristik
sebagai berikut :
Dapat digunakan secara secara
acak, disamping secara linier
Dapat digunakan sesuai dengan
keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh
pengembangnya.
Gagasan-gagasan biasanya
diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis.
Prinsip-prinsip ilmu kognitif
diterapkan selama pengembangan
Belajar dapat berpusat pada
pembelajar dengan tingkat interaktivitas tinggi.
Teknologi Terpadu; merupakan cara
untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media
yang dikendalikan komputer. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini,–
khususnya dengan menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi, yakni adanya
interaktivitas pembelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber belajar.
Pembelajaran dengan teknologi
terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Dapat digunakan secara acak,
disamping secara. linier
Dapat digunakan sesuai dengan
keinginan Pembelajar, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh
pengembangnya.
Gagasan-gagasan sering disajikan
secara realistik dalam konteks pengalaman Pembelajar, relevan dengan kondisi
pembelajar, dan di bawah kendali pembelajar.
Prinsip-prinsip ilmu kognitif dan
konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan
pembelajaran
Belajar dipusatkan dan
diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk
pada saat digunakan.
Bahan belajar menunjukkan
interaktivitas pembelajar yang tinggi
Sifat bahan yang mengintegrasikan
kata-kata dan contoh dari banyak sumber media.
3. Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat penting
karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem
pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab
untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik,
menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang
dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil
yang dicapai pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur oragnisasi yang
berkelanjutan.
Kawasan pemanfaatan mungkin
merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran, mendahului kawasan desain dan
produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan ini berasal dari gerakan
pendidikan visual pada dekade pertama abad ke 20, dengan didirikannya
museum-museum. Pada tahun-tahun awal abad ke-20, guru mulai berupaya untuk
menggunakan film teatrikal dan film singkat mengenai pokok-pokok pembelajaran
di kelas.
Di antara penelitian formal yang
paling tua mengenai aplikasi media dalam pendidikan ialah studi yang dilakukan
oleh Lashley dan Watson mengenai penggunaan film-film pelatihan militer Perang
Dunia I (tentang pencegahan penyakit kelamin). Setelah Perang Dunia II, gerakan
pembelajaran audio-visual mengorganisasikan dan mempromosikan bahan-bahan audio
visual, sehingga menjadikan persediaan bahan pembelajaran semakin berkembang
dan mendorong cara-cara baru membantu guru. Selama tahun 1960-an banyak sekolah
dan perguruan tinggi mulai banyak mendirikan pusat-pusat media pembelajaran.
Karya Dale pada 1946 yang
berjudul Audiovisual Materials in Teaching, yang di dalamnya mencoba memberikan
rasional umum tentang pemilihan bahan dan aktivitas belajar yang tepat. Pada
tahun, 1982 diterbitkan diterbitkan buku Instructional Materials and New
Technologies of Instruction oleh Heinich, Molenda dan Russel. Dalam buku ini
mengemukakan model ASSURE, yang dijadikan acuan prosedur untuk merancang
pemanfaatan media dalam mengajar. Langkah-langkah tersebut meliputi : (1)
Analyze leraner (menganalisis pembelajar); (2) State Objective (merumuskan
tujuan);(3) Select Media and Materials (memilih media dan bahan); (4) Utilize
Media and Materials (menggunakan media dan bahan), (5) Require Learner Participation
(melibatkan siswa) ; dan (6) Evaluate and Revise (penilaian dan revisi).
Pemanfaatan Media; yaitu
penggunaan yang sistematis dari sumber belajar. Proses pemanfaatan media
merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran.
Misalnya bagaimana suatu film diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan dipolakan
sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga
dikaitkan dengan karakteristik pembelajar. Seseorang yang belajar mungkin
memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik
keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
Difusi Inovasi adalah proses
berkomunikasi malalui strategi yang terrencana dengan tujuan untuk diadopsi.
Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama
bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli
media yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan
cenderung terpusat pada perpektif pengguna. Akan tetapi, dengan diperkenalkannya
konsep difusi inovasi pada akhir tahun 1960-an yang mengacu pada proses
komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan,
perhatian kemudian berpaling ke perspektif penyelenggara.
Rogers (1983) melakukan studi
tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Hasil studinya
telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses, serta variabel yang
dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan bergantung pada upaya membangkitkan kesadaran, keinginan mencoba
dan mengadopsi inovasi. Dalam hal ini, penting dilakukan proses desiminasi,
yaitu yang sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar adanya suatu
perkembangan dengan cara menyebarkan informasi. Desiminasi ini merupakan tujuan
awal dari difusi inovasi. Langkah-langkah difusi menurut Rogers (1983) adalah :
(1) pengetahuan; (2) persuasi atau bujukan; (3) keputusan; (4) implementasi;
(5) dan konfirmasi.
Implementasi dan
Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam
keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi
penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu
struktur atau budaya organisasi. Begitu produk inovasi telah diadopsi, proses
implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada
implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang
didasarkan pada penelitian, belum berkembang sebaik-bidang-bidang yang lain.
Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang
benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi
adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi.
Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.
Kebijakan dan Regulasi; adalah
aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan teknologi
pembelajaran. Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi pemanfaatan
teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan
ekonomi. Misalnya, hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik
untuk teknologi cetak, teknologi audio-visual, teknologi berbasis komputer,
maupun terknologi terpadu.
4. Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian
Teknologi Pembelajaran melalui : perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi
pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan
program media membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media
sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan
penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.
Dengan semakin rumitnya praktek
pengelolaan dalam bidang teknologi pembelajaran ini, teori pengelolaan umum
mulai diterapkan dan diadaptasi. Teori pengelolaan proyek mulai digunakan,
khususnya dalam proyek desain pembelajaran. Teknik atau cara pengelolaan
proyek-proyek terus dikembangkan, dengan meminjam dari bidang lain. Tiap
perkembangan baru memerlukan caraa pengelolaan baru pula.
Keberhasilan sistem pembelajaran
jarak jauh bergantung pada pengelolaannya, karena lokasi yang menyebar. Dengan
lahirnya teknologi baru, dimungkinkan tersedianya cara baru untuk mendapatkan
informasi. Akibatnya pengetahuan tentang pengelolaan informasi menjadi sangat
potensial. Dasar teoritis pengelolaan informasi bersal dari disiplin ilmu
informasi. Pengelolaan informasi membuka banyak kemungkinan untuk desain
pembelajaran, khususnya dalam pengembangan dan implementasi kurikulum dan
pembelajaran yang dirancang sendiri.
Pengelolaan Proyek; meliputi :
perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan.
Pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional (line and staff
management) karena : (a) staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk
jangka pendek; (b) pengelola proyek biasanya tidak memiliki wewenang jangka
panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang sementara, dan (c) pengelola
proyek memiliki kendali dan fleksibilitas yang lebis luas dari yang biasa
terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung
jawab atas perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian fungsi desain
pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. Peran pengelola proyek biasanya
berhubungan dengan cara mengatasi ancaman proyek dan memberi saran perubahan
internal.
Pengelolaan Sumber; mencakup
perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
Pengelolaan sumber memliki arti penting karena mengatur pengendalian akses.
Pengertian sumber dapat mencakup, personil keuangan, bahan baku, waktu,
fasilitas dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi
yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas biaya dan
justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari
pengelolaan sumber.
Pengelolaan sistem penyampaian; meliputi
perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan
pembelajaran diorganisasikan” Hal tersebut merupakan suatu gabungan antara
medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran
kepada pembelajar.
Pengelolaan sistem penyampaian
memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat
keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan
ini juga memperhatikan permasalaan proses seperti pedoman bagi desainer dan
instruktur dan pelatih. Keputusan pengelolaan penyampaian sering bergantung
pada sistem pengelolaan sumber.
Pengelolaan informasi; meliputi
perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber
untuk kegiatan belajar. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada
potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran
5. Kawasan Penilaian
Penilaian merupakan proses
penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup : (1) analisis
masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaian formatif; dan (4)
penilaian sumatif .
Dalam kawasan penilaian dibedakan
pengertian antara penilaian program, proyek , produk. Penilaian program –
evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan secara
berkesinambungan dan sering terlibat dalam penyusunan kurikulum. Sebagai contoh
misalnya penilaian untuk program membaca dalam suatu wilayah persekolahan,
program pendidikan khusus dari pemerintah daerah, atau suatu program pendidikan
berkelanjutan dari suatu universitas.
Penilaian proyek – evaluasi untuk
menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna melakukan suatu tugas
tertentu dalam suatu kurun waktu. Contoh, suatu lokakarya 3 hari mengenai
tujuan perilaku. Kunci perbedaan antara program dan proyek ialah bahwa program
diharapkan berlangsung dalam yang tidak terbatas, sedangkan proyek biasanya
diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan dalam kenyataannya
menjadi program.
Penilaian bahan (produk
pembelajaran) – evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi yang
menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kurikulum, film, pita
rekaman, dan produk pembelajaran lainnya.
Analisis Masalah. Analisis
masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan
strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para
evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat
program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagaimanapun baiknya anjuran
orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan
dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian ini
meliputi identifikasi kebutuhan, penentuan sejauh mana masalahnya dapat
diklasifikasikan sebagai pembelajaran, identifikasi hambatan, sumber dan
karakteristik pembelajar, serta penentuan tujuan dan prioritas (Seels and Glasgow,
1990). Kebutuhan telah dirumuskan sebagai “jurang antara “apa yang ada”dan “apa
yang seharusnya ada” dalam pengertian hasil (Kaufman,1972). Analisis kebutuhan
diadakan untuk kepentingan perencanaan program yang lebih memadai.
Pengukuran Acuan Patokan;
pengukuran acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan
pembelajaran menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian acuan
patokan memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan,
sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.
Keberhasilan dalam tes acuan patokan berarti dapat melaksanakan ketentuan
tertentu, biasanya ditentukan dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui
skor minimal tersebut dinyatakan lulus.Pengukuran acuan patokan memberitahukan
pada para siswa seberapa jauh mereka dapat mencapai standar yang ditentukan.
Penilaian Formatif dan Sumatif;
berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan
informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Dengan penilaian sumatif
berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan
keputusan dalam hal pemanfaatan. Penilaian formatif dilaksanakan pada waktu
pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang dsb). Penilaian ini
dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap
bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator
dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan
sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Stake “
Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebut formatif, apabila para tamu
mencicipi sup tersebut, hal tersebut sumatif. Penilaian sumatif dilaksanakan
setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan,
sebagai contoh : lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal
tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk
gabungan. Untuk alasan kredibiltas, lebih baik evaluator luar dilibatkan
daripada sekedar merupakan penilaian formatif. Hendaknya jangan dikacaukan
dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai hasil, biukannya prose —
hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif. Metoda yang digunakan
dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif
mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial, uji coba dalam kelompok kecil
atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti
observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan
prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif
sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Hubungan Antara Kawasan
Dengan adanya kawasan sebagaimana
dikemukakan di atas, teknologi pembelajaran sampai dengan masa definisi 1994
telah memiliki kepastian tentang ruang lingkup wilayah garapannya. Meski ke
depannya jumlah kawasan beserta kategorinya akan semakin berkembang, sejalan
dengan perkembangan dalam bidang teknologi dan pendidikan, serta disiplin ilmu
lainnya yang relevan, sebagai penopangnya. Setiap kawasan tidak berjalan
sendiri-sendiri, tetapi memiliki hubungan yang sinergis.
0 komentar:
Posting Komentar